Langsung ke konten utama

TUNTUNAN SINGKAT SHALAT TARAWIH DAN SHALAT WITIR DI BULAN RAMADHAN

SUMBER : Facebook Misbahus Surur
(Misbahus Surur, SHI., MSI.)
(PC. Rijalun Ansor Banyumas, Dosen Fakultas Syariah IAIIG Cilacap)

A.    SHALAT TARAWIH
1.      Pengertian Shalat Tarawih

صَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ: صَلَاةٌ مَسْنُوْنَةٌ، تُقَامُ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ فِي رَمَضَانَ

“Shalat Tarawih adalah shalat sunah yang didirikan setelah shalat Isya di bulan Ramadhan.”

2.      Hukum Shalat Tarawih
Hukum melaksanakan shalat tarawih adalah sunnah mu’akkadah; Artinya sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi riwayat Muslim. Nabi Muhammad Saw bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa melaksanakan qiyamu Ramadhan dengan didasari iman dan ikhlas karena Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.”

Imam Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat Tarawih.

3.      Jumlah Bilangan Shalat Tarawih
Jumlah bilangan rekaat Shalat Tarawih adalah 20 Rekaat dengan 10 kali salam.

4.      Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih adalah setelah selesai mengerjakan shalat ‘Isya sampai terbitnya fajar, awal waktu subuh.

5.      Tatacara Pelaksanaan Shalat Tarawih
Shalat Tarawih disunahkan dilaksanakan secara berjama’ah, namun boleh juga dilaksanakan secara sendirian. Pelaksanaanya sama dengan shalat yang lain dalam hal syarat-rukunnya, hal-hal yang membatalkan, sunah-sunahnya, dan juga makruh-makruhnya.

Hal yang membedakan hanyalah niat. Berikut rangkaian pelaksanaan shalat tarawih:
a.       Niat Shalat Tarawih
Niat shalat tarawih dilakukan di dalam hati saat takbiratul ihram, yaitu saat lisan mengucapkan kalimat “Allahu Akbar”.
Jika shalat sendirian, maka niatnya sebagai berikut:

اُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالى

“Saya niat shalat tarawih dua rekaat karena Allah yang maha luhur.”
Jika menjadi imam maka ditambah kata imaman:

اُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ اِمَامًا لِلّٰهِ تَعَالى

“Saya niat shalat tarawih dua rekaat sebagai imam karena Allah yang maha luhur.”
Jika menjadi ma’mum ditambah kata ma’muman:

اُصَلِّى سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا لِلّٰهِ تَعَالى

“Saya niat shalat tarawih dua rekaat sebagai sebagai makmum karena Allah yang maha luhur.”

b.      Melaksanakan shalat tarawih dengan ketentuan seperti shalat biasa, diawali denga takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam, sebanyak 20 rekaat dengan 10 kali salam (tiap dua rekaat satu salam).

c.       Doa setelah shalat tarawih
Pada dasarnya tidak ada redaksi khusus doa setelah selesai shalat tarawih. Bebas berdoa sesuai yang dikehendaki. Namun demikian terdapat doa dari para Ulama yang biasa dipanjatkan setelah shalat tarawih. Doa itu sering disebut doa kamilin; Redaksinya sebagai berikut:

اللهم اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِى الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِى اْلاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَآءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الۡكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَمِنۡ حُوْرِ الْجِنَانِ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ اٰكِلِيْنَ، وَمِنۡ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِاَكْوَابٍ وَاَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمۡ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَحَسُنَ اُوْلٰئِكَ رَفِيْقًا،، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللّٰهِ وَكَفَى بِاللّٰهِ عَلِيْمًا،، اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، دَعْوٰىهُمْ فِيْهَا سُبْحٰنَكَ اللهم وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلٰمٌۚ وَاٰخِرُ دَعْوٰىهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.

“Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang memenuhi kewajiban, yang memelihara shalat, yang mengeluarkan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang pada petunjuk, yang berpaling dari kebatilan, yang zuhud di dunia, yang menyenangi akhirat, yang ridha dengan qadla, yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas segala musibah, yang pada hari kiamat berjalan di bawah panji Nabi Muhammad Saw, yang mengunjungi telaga (Nabi Muhammad), yang masuk ke dalam surga, yang selamat dari api neraka, yang duduk di atas ranjang kemuliaan, yang menikah dengan para bidadari surga, yang mengenakan berbagai sutra, yang makan makanan surga, yang minum susu dan madu murni dengan gelas, cangkir, dan cawan bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang terbaik. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Doa mereka di dalamnya ialah, “Subhanakallahumma” (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, “Salam” (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, “Al-hamdu lillahi Rabbil ‘alamin” (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam).

B.     SHALAT WITIR
1.      Pengertian Shalat Witir

صَلَاةُ الْوِتْرِ: الصَّلَاةُ الْمَخْصُوْصَةُ الَّتِي تُصَلَّى بَعْدَ فَرِيْضَةِ الْعِشَاءِ

“Shalat witir adalah shalat tertentu yang dilaksanakan setelah shalat ‘Isya.”

2.      Hukum dan Dasar Hukum Shalat Witir
Hukum shalat witir adalah sunnah mu’akkadah , artinya Nabi sangat menganjurkan agar shalat witir itu dilaksanakan.

Banyak dalil tentang disunatkannya shalat witir, salah satunya adalah hadis riwayat Muslim sebagai berikut:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّىاللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُوْمَ مِنْ اٰخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُوْمَ اٰخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ اٰخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلَاةَ اٰخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذٰلِكَ أَفْضَلُ و قَالَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ مَحْضُوْرَةٌ. (رواه مسلم)

“Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa khawatir tidak bangun di akhir malam maka hendaknya ia melaksanakan shalat witir pada awal malam, barangsiapa berharap bisa bangun di akhir malam maka hendaknya ia shalat witir pada akhir malam; Karena shalat di akhir malam itu disaksikan/dihadiri oleh para Malaikat dan lebih utama.” (HR. Muslim).

3.      Jumlah Rekaat Shalat Witir
Jumlah rekaat shalat witir minimal 1 rekaat dan maksimal 11 rekaat. Sebaiknya dilakukan tidak kurang dari 3 rekaat, karena 3 rekaat itu minimal sempurna (adnal kamal).

4.      Waktu Shalat Witir
Waktu pelaksanaan shalat witir sama seperti waktu shalat tarawih, yaitu setelah menjalankan shalat ‘Isya sampai terbit fajar (awal waktu subuh).

5.      Tatacara Pelaksanaan Shalat Witir
Shalat witir pada bulan Ramadhan disunahkan dilakukan secara berjama’ah; Sedangkan pada bulan selain Ramadhan, tidak disunahkan berjamaah; Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-Haitami sebagai berikut:

( وَ ) الْأَصَحُّ ( أَنَّ الْجَمَاعَةَ تُنْدَبُ فِي الْوِتْرِ ) إذَا فُعِلَ فِي رَمَضَانَ

“Menurut pendapat yang lebih sahih, bahwa berjamaah itu disunahkan dalam shalat witir yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan.”

Pada bulan Ramadhan, para sahabat melaksanakan shalat witir 3 rekaat setelah shalat tarawih. Sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab sebagai berikut:

وروى البيهقي بإسناد صحيح أنهم كانوا يقومون على عهد عمر بن الخطاب رضي الله عنه في شهر رمضان بعشرين ركعة. وروى مالك في الموطأ بثلاث وعشرين وجمع البيهقي بينهما بأنهم كانوا يوترون بثلاثة

“Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa mereka (para sahabat) menjalankan qiyamu Ramadhan (shalat tarawih) dengan dua puluh (20) rekaat dan Imam Malik dalam kitab al-Muwatta meriwayatkan dua puluh tiga (23) rekaat. Kemudian Imam Al-Baihaqi mengkompromikan dua riwayat tersebut dengan menjelaskan bahwa para sahabat itu melakukan 20 rekaat shalat tarawih dan tiga (3) rekaat shalat witir.”

Cara melaksanakan shalat witir sama seperti shalat lainnya, yang membedakan hanyalah niat dan rekaatnya ganjil. Rangkaian pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
a.       Niat Shalat Witir
Jika shalat witirnya dilaksanakan tiga (3) rekaat, maka pelaksanaannya adalah shalat dua (2) rekaat terlebih dahulu, setelah selesai (salam), kemudian melaksanakan satu (1) rekaat terakhir. Sehingga niatnya dua kali, niat untuk shalat 2 rekaat dan niat untuk 1 rekaat.
1)      Niat shalat witir dua rekaat

اُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مِنَ الْوِتْرِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Saya niat shalat dua rekaat dari shalat witir karena Allah yang maha luhur.”

2)      Niat shalat witir satu rekaat

اُصَلِّي رَكْعَةً مِنَ الْوِتْرِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Saya niat shalat satu rekaat dari shalat witir karena Allah yang maha luhur.”
Sepertia halnya shalat yang lain, niat shalat witir dilakukan di dalam hati saat takbiratul ihram, yaitu saat lisan mengucapkan “Allahu Akbar”.

b.      Melaksanakan shalat witir dengan ketentuan seperti shalat biasa, diawali denga takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam.

c.       Doa sesudah shalat witir
1)      Membaca tasbih

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ  3x

“Maha suci Allah, Maharaja Yang Suci dari segala kekurangan .”

2)      Membaca doa
                      
اللهم اِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوْذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ ،وَاَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

“Ya Allah, dengan ridha-Mu aku minta pertolongan (agar dijauhkan) dari murka-Mu; Dengan ampunan-Mu aku berlindung dari siksa-Mu, dan dengan-Mu aku berlindung dari-Mu. Aku tidak mampu memberikan pujian yang layak bagi-Mu. Engkau sebagaimana Engkau memuji diri-Mu.”

3)      Membaca doa yang diajarkan para ‘Ulama

اللهم تَقَبَّلْ مِنَّا صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَقِرَاءَتَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَسۡبِيْحَنَا وَتَهۡلِيْلَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَخُشُوْعَنَا وَلاَ تَضۡرِبْ بِهَا وُجُوْهَنَا يَااِلٰهَ الۡعَالَمِيْنَ وَيَاخَيْرَ النَّاصِرِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحۡبِهِ وَسَلَّمَ

“Ya Allah, terimalah shalat kami, puasa kami, shalat tarawih kami, bacaan kami, ruku’ kami, sujud kami, duduk kami, tasbih kami, tahlil kami, rendah hati kami, khusu’ kami, dan janganlan Engkau timpakan amal kami ke wajah kami (jangan Engkau tolak amal kami). Ya Allah Tuhan semesta alam, wahai Penolong yang terbaik, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang dari semua penyayang. Semoga rahmat dan salam Allah senantiasa tercurahkan pada pemimpin kami, Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya.”

C.    DISKUSI SEPUTAR SHALAT TARAWIH DAN WITIR
1.      Diskusi 1
Soal: Maaf mau nanya, sebenarnya kenapa qiyamul lail malam bulan Ramadhan dinamakan shalat tarawih?

Jawab:
Penamaan shalat ini Tarawih dikarenakan para sahabat dulu ketikan menjalankan shalat tarawih di Mekah itu setiap empat rekaat mereka beristirahat dan mengisi waktu istirahat tersebut dengan Thawaf mengelilingi Ka’bah 1 kali, sehingga jumlahnya 4 kali thawaf dalam 20 rekaat shalat tarawih.

Karena di Madinah tidak bisa menjalankan Thawaf maka mereka mengganti thawaf tersebut dengan shalat tarawih 4 rekaat. Karena istirahatnya 4 kali, maka jumlah tambahan rekaaat tarawihnya adalah 16. Sehingga pendudukan Madinah menjalankan shalat tarawih sebanyak 36 rekaat. Itu terjadi pada abad pertama hijriyah dan tidak ada yang menolak, sehingga menjadi ijma. (kesepakatan).

Menurut Imam Syafi’i, shalat tarawih 36 rekaat hanya berlaku bagi penduduk Madinah. Keistimewaan itu diperoleh mengingat Madinah adalah tempat hijrah Nabi, tempat Nabi dimakamkan, dan tanah air Nabi.

Di Indonesia, istirahat empat rekaat diisi dengan doa. Diantara doa yang biasa dibaca saat istirahat empat rekaat adalah sebagi berikut:

اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَذُخْرِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ، سَيِّدِ اۡلْاَوَّلِيْنَ وَاۡلْاٰخِرِيْنَ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللّٰهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنۡ كُلِّ سَادَاتِنَا اَصۡحَابِ رَسُوْلِ اللّٰهِ اَجۡمَعِيْنَ، بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، اللهم اِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الۡعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا يَاكَرِيۡمُ، وَاعْفُ عَنَّا يَارَحِيْمُ، اللهم اِنَّانَسۡأَلُكَ رِضَاكَ وَالۡجَنَّةَ، وَنَعُوْذُبِكَ مِنۡ سَخَطِكَ وَالنَّارِ، (وَاَجِرْنَا مِنَ النَّارِ يَامُجِيْرُ 3×) بِرَحْمَتِكَ يَآاَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
2.      Diskusi 2
Soal:
Saya sering menjumpai dalam shalat tarawih itu suratan yang dibaca biasanya surat at-Takatsur sampai an-Nas. Sementara saya hapalnya hanya surat al-Fatihah dan surat al-Ikhlas. Bolehkah saya shalat tarawih hanya membaca surat al-Ikhlas setelah surat al-Fatihah dalam setiap reka’atnya?

Jawab:
Boleh.
Imam Ad-Dimyathi menjelaskan dalam kitab ‘I’anatut Talibin sebagai berikut:

تكرير قراءة سورة الاخلاص أو غيرها في ركعة أو في كل ركعة من التراويح ليس بسنة، ولا يقال مكروه

“Mengulang-ulang surat Al-Ikhlas atau suratan yang lain dalam setiap rekaat shalat tarawih itu tidak disunahkan dan juga tidak dimakruhkan.”

Dari penjelasan ini dipahami bahwa membaca suratan (termasuk di dalamnya surat al-Ikhlas) setelah bacaan al-Fatihah dalam shalat itu hukumnya sunah, sehingga berpahala ketika dikerjakan; Sedangkan mengulang-ulang surat al-Ikhlas dalam setiap rekaat shalat tarawih itu tidak sunah dan tidak makruh, sehingga boleh dilakukan.

Bahkan Anas Bin Malik menceritakan, ada seorang laki-laki dari kaum Ansor menjadi Imam di masjid Quba, dalam setiap rekaat shalatnya, suratan yang dibaca selalu surat al Ikhlas, baru kemudian surat yang lain. Sampai kemudian ia diprotes oleh Jama’ahnya agar membaca surat yang lain. Akan tetapi lelaki itu menolak sambil berkata: “Aku tidak akan meninggalkan kebiasaanku itu; Jika kalian mau saya tetap menjadi imam, jika kalian tidak mau, silahkan cari imam yang lain”.

Namun masyarakat sangat menghormatinya, sehingga tidak mau diimami orang selainnya. Hal itu kemudian dilaporkan kepada Nabi Muhammad Saw.; Beliau bertanya kepada lelaki itu: “Wahai Fulan, mengapa engkau tidak mau menuruti permintaan sahabatmu dan tetap membaca surat al-Ikhlas dalam setiap rekaat shalatmu?. Lelaki itu menjawab: “Aku menyukainya”. Mendengar itu, Nabi bersabda: حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ (Cintamu pada surat al-Ikhlas mengantarkanmu masuk ke dalam surga). (HR. Bukhari).

Tentu jangan dipahami bahwa cintanya pada surat al-Ikhlas karena suratannya pendek, melainkan karena di dalam surat al-Ikhlas disebutkan sifat-sifat Ar-Rahman, sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Hisamuddin ‘Afanah:
أن يقرأ سورة الإخلاص (قل هو الله أحد) فإن فيها ذكر صفات الرحمن، ولذلك كانت تعدل ثلث القرآن
“..membaca surat al-Ikhlas, karena didalamnya disebutkan sifat-sifat Ar-Rahman yang oleh karenanya sebanding dengan 1/3 al-Qur’an.”

Namun demikian, jika hapalan al-Qur’annya banyak atau bisa juga sambal melihat al-Qur’an, akan lebih baik jika membaca al-Qur’an 30 juz dalam waktu sebulan dalam shalat tarawih, setiap malam satu juz dan setiap rekaat satu halaman.

أَنَّ مَحَلَّ كَوْنِ الْبَعْضِ أَفْضَلَ إذَا أَرَادَ الصَّلَاةَ بِجَمِيعِ الْقُرْآنِ فِي التَّرَاوِيحِ فَإِنْ لَمْ يُرِدْ ذَلِكَ فَالسُّورَةُ أَفْضَلُ

“Bahwa membaca sebagian al-Qur’an (seperti membaca satu halaman dalam tiap rekaat shalat tarawih) itu lebih utama ketika hendak membaca seluruh al-Quran (30 juz) pada shalat tarawih dalam waktu satu bulan Ramadhan. Jika tidak bermaksud demikian, maka membaca suratan utuh itu lebih utama.”

Imam Ad-Dimyathi menjelaskan dalam kitab ‘I’anatuth Thalibin sebagai berikut:

بحيث يختم القرآن جميعه في الشهر أولى من سورة قصيرة. وعللوه بأن السنة القيام فيها بجميع القرآن

“Mengkhatamkan Al-Qur’an 30 juz dalam sebulan (Ramadhan) itu lebih utama daripada bacaan suratan pendek. Alasannya karena disunahkan membaca semua isi al-Qur’an dalam shalat tarawih”.

Abu Zakariya Al-Ansari menerangkan:

وَفِعْلُهَا بِالْقُرْآنِ فِي جَمِيعِ الشَّهْرِ أَوْلَى وَأَفْضَلُ مِنْ تَكْرِيرِ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ مِنْهَا وَمِنْ تَكْرِيرِ سُورَةِ الرَّحْمَنِ أَوْ هَلْ أَتَى فِي جَمِيعِهَا وَمِنْ تَكْرِيرِ سُورَةِ الْإِخْلَاصِ بَعْدَ كُلِّ سُورَةٍ مِنْ التَّكَاثُرِ إلَى الْمَسَدِ كَمَا اعْتَادَهُ غَالِبُ الْأَئِمَّةِ بِمِصْرَ ا هـ بِرْمَاوِيٌّ . (أَبُو يَحْيَى زَكَرِيَّا الْأَنْصَارِيُّ الشَّافِعِيُّ)

"Mengerjakan shalat tarawih satu bulan dengan mengkhatamkan al-Qur'an itu lebih utama daripada mengulang-ulang surat al-Ikhlas 3 kali dalam setiap reka'atnya, juga lebih utama daripada mengulang surat ar-Rahman dan Hal Ata dalam setiap reka'atnya, serta lebih utama daripada membaca surat al-Ikhlas (pada rekaat kedua) setelah membaca surat at-Takatsur sampai al-Lahab (pada tiap rekaat pertama dari 20 rekaat yang dilaksanakan dengan 10 kali salam) sebagaimana kebiasaan Imam-imam di Mesir).”

Namun ketika hapalanya tidak terlalu banyak, tentu baik ketika mengikuti kebiasaan para Ulama tersebut, dengan membaca surat at-takatsur sampai al-lahab pada tiap rekaat pertama dan surat al ikhlas pada setiap rekaat kedua.

Tentu jangan dimaknai, Kyai hapalan al-Qur’annya Cuma surat pendek, tidak demikian. Ini tentu dilakukan mengikuti hadis Nabi Muhammad Saw riwayat Imam Muslim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَمَّ أَحَدُكُمْ النَّاسَ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمْ الصَّغِيرَ وَالْكَبِيرَ وَالضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ فَإِذَا صَلَّى وَحْدَهُ فَلْيُصَلِّ كَيْفَ شَاءَ

“Dari sahabat Abu Hurairah, bahwasannya Nabi Muhammad Saw bersabda: Ketika salah seorang diantara kalian menjadi imam bagi umat manusia, maka hendaklan meringankan shalatnya, karena diantara mereka ada anak kecil, ada orang tua, ada yang lemah, ada yang sakit; Baru ketika shalat sendirian, silahkan lakukan shalat sesuai kehendakmu ”.

Dari situ bisa dipahami, kalau menjadi Imam harus memperhatikan jamaahnya, kalau shalat sendirian tentu tidak menjadi masalah manakala hendak membaca al-Qur’an 30 juz setiap malam dalam shalat tarawih.

3.      Diskusi 3
Soal: Pak Ustadz, saya mau tanya, saat sekrang ini kan saya mau shalat di rumah, karena larangan dari Ulama dan Umara untuk kumpul-kumpul termasuk shalat berjamaah dalam rangka menekan penyebaran virus corona. Nah saya kan berarti harus jadi imam istri dan anak-anak saya dirumah, sementara saya tidak hapal doa shalat tarawih, Sah ga shalat tarawih saya?
Jawab:
Kalau yang saudara maksud adalah doa setelah shalat tarawih, atau doa setiap 4 rekaat shalat tarawih, maka itu tidak berpengaruh terhadap sah tidaknya shalat. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Ahmad Bin Ruslan dalam kitab Matnuz Zubad:

وَيُبْطِلُ الصَّلَاةَ تَرْكُ رُكْنٍ أَوْ *
فَوَاتُ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطٍ قَدْ مَضَوْا

“Shalat itu menjadi batal (tidak sah) karena meninggalkan rukun atau tidak terpenuhinya syarat-syarat shalat”.

4.      Diskusi 4
Soal:
Maaf ustadz, saya mau bertanya, setelah selesai melaksanakan shalat tarawih dan witir, biasanya dilaksanakan niat puasa Ramadhan bersama-sama. Pertanyannya:
1)      Apakah waktu niat puasa Ramadhan itu setelah shalat tarawih?
2)      Bagaimanakah redaksi niat puasa Ramadhan?
Jawab:
a.       Waktu niat puasa Ramadhan adalah malam hari, yaitu mulai terbenamnya matahari (maghrib) sampai sebelum terbit fajar, bukan setelah shalat tarawih; Namun demikian boleh saja melakukan niat puasa setelah shalat tarawih, karena waktu setelah shalat tarawih itu adalah bagian dari waktu malam.

Sebagaimana disampaikan Syaikh Nawawi Al-Jawi dalam kitab Kasyifatus Saja sebagai Berikut:

(أركانه) أي الصوم ...(ثلاثة أشياء) ... أحدها: (نية ليلاً لكل يوم في الفرض)قوله ليلاً أي بين الغروب وطلوع الفجر

“Rukun puasa ada tiga (3): Pertama adalah niat di waktu malam untuk tiap-tiap hari pada puasa fardu. Yang dimaksud malam adalah waktu diantara terbenamnya matahari dan terbit fajar (awal waktu subuh).”

Kewajiban niat diwaktu malam ini didasarkan pada hadis sahih riwayat Ad-Daruquthni berikut:

قوله صلى الله عليه وسلّم: "من لم يبيت الصيام قبل الفجر فلا صيام له" رواه الدارقطني

“Orang yang tidak menginapkan (niat) puasa sebelum fajar maka tidak sah puasanya.” (HR. Ad-Daruquthni).
b.      Redaksi niat puasa Ramadhan adalah sebagai berikut?

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَانِ هٰذِهِ السَّنَةِ لِلّٰهِ تَعَالَى

“Saya niat puasa hari esok untuk menjalankan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala”.
“Niat ingsun puoso ing dino ngesuk saking nekani ferdune wulan Ramadhan tahun iki kerono Allah ta’ala.”
5.      Diskusi 5
Soal:
Saya mau bertanya, waktu shalat Tarawih itu kan setelah melaksanakan shalat Isya. Dalam bepergian jauh, saya menjalankan rukshoh jamak taqdim antara shalat ‘Isya dan Shalat Maghrib di waktu Maghrib.

Manakala hendak melaksanakan shalat tarawih, apakah saya bisa melaksanakannya di waktu maghrib setelah selesai shalat jamak takdim ataukah harus nunggu masuk waktu shalat Isya?
Jawab:
Setelah selesai shalat jamak taqdim maghrib dan ‘Isya bisa langsung menjalankan shalat Tarawih walaupun masih di dalam waktu shalat maghrib, tidak perlu menunggu masuknya waktu shalat ‘Isya; Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abu Zakariya Al-Anshari

وَقْتُ الْوِتْرِ وَالتَّرَاوِيحِ مِنْ بَعْدِ أَنْ يُصَلِّيَ الْعِشَاءَ وَإِنْ جَمَعَهَا تَقْدِيمًا

“Waktu shalat witir dan shalat tarawih adalah setelah mengerjakan shalat ‘Isya, walaupun dikerjakan dengan cara jamak taqdim”.
6.      Diskusi 6
Soal:
Dalam shalat tarawih berjamaah, terkadang saya terlambat mengikuti. Saya masuk tempat shalat dalam posisi Imam sedang shalat tarawih sementara saya belum mengerjakan shalat ‘Isya. Pertanyannya, bolehkah saya mengerjakan shalat ‘Isya makmum dengan Imam yang sedang mengerjakan shalat tarawih?
Jawab:
Boleh, sah hukumnya shalat jama’ah tersebut.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Syamsuddin sebagai beriku:

وَتَصِحُّ صَلَاةُ الْعِشَاءِ خَلْفَ مَنْ يُصَلِّي التَّرَاوِيحَ

“ Sah hukumnya mengerjakan shalat ‘Isya makmum kepada Imam yang mengerjakan shalat tarawih”.
7.      Diskusi 7
Soal:
Maaf Ustadz, saya mau bertanya: adakah suratan khusus yang disunahkan dibaca dalam 3 rekaat shalat witir?
Jawab:
Ada, yaitu pada rekaat pertama membaca surat al-A’la, rekaat kedua membaca surat al-Kafirun, dan rekaat ketiga membaca surat al-Ikhlas, al-Falaq, dan an-Nas. Sebagaimana dijelaskan Imam Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berikut:

ويسن لمن أوتر بثلاث أن يقرأ في الاولى سبح، وفي الثانية الكافرون، وفي الثالثة الاخلاص والمعوذتين

“Disunahkan bagi orang yang menjalankan shalat witir 3 rekaat untuk membaca surat sabbih pada rekaat pertama, al-Kafirun pada rekaat kedua, dan al-Ikhlas, al-Falaq, serta an-Nas pada rekaat ketiga”.

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi riwayat Ibnu Majah berikut:

عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ جُرَيْجٍ قَالَ سَأَلْنَا عَائِشَةَ بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يُوْتِرُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَفِي الثَّانِيَةِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَفِي الثَّالِثَةِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ (رواه ابن ماجه)

“Dari Abdul ‘Aziz bin Juraij, ia berkata: Kami bertanya kepada ‘Aisyah: Dengan surat apa, Rasulullah Saw menjalankan shalat witir?. ‘Aisyah menjawab: Beliau membaca surat sabbihisma rabbikal a’la pada rekaat pertama, surat al-Kafirun pada rekaat kedua, dan surat al-Ikhlas, al-Falaq serta an-Nas pada rekaat ketiga.” (HR. Ibnu Majah).

DAFTAR RUJUKAN
1. Abu Zakariya Al-Ansyari, Hasyiyatul Jamal.
2. ____________________________, Asnal Mathalib.
3. ____________________________, Fathul Wahhab.
4. ‘Abdul Hamid, Anwarus Saniyyah.
5. Ad-Dimyathi, I’anatuth Thalibin.
6. An-Nawawi, Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim.
7. An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab.
8. An-Nawawi Al-Jawi, Kasyifatus Saja.
9. Ahmad Ruslan, Matnuz Zubad.
10. Hisamuddin ‘Afanah, Fatawa Yas’alunaka.
11. Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Fi Syarhil Minhaj.
12. Muhammad Qal‘aji, Mu’jam Lughatil Fuqaha’.
13. Sa‘di Abu Habib, al-Qamus al-fiqhi.
14. Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi ‘Alal Khathib.
15. Syihabuddin, Hasyiyata Qulyubi Wa-Umairah.
16. Syamsuddin, Mughnil Muhtaj Ila Ma’rifati Alfadzil Minhaj.
17. Buku Agenda Santri PP. Al-Ihya’ Ulumaddin.
Top of Form
Bottom of Form


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah KH. Mohammad Hasan Sepuh Genggong (1840 – 1955)

KH. Mohammad Hasan Sepuh Genggong (1840 – 1955) Abdur Rahim July 30, 2018 Kyaiku Leave a comment 2,551 Views KH. Mohammad Hasan atau yang akrab dikenal dengan sebutan Kiai Hasan Sepuh sebagaimana masyarakan mengenal beliau sebagai kiai sepuh yang sangat ‘alim dan kharismatik yang hidup dan berjuang di Genggong Probolinggo Jawa Timur. Kelak, di daerah ini terdapat sebuah pesantren besar yang bernama Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Sebuah nama yang dinisbatkan kepada nama mertua beliau KH. Zainul Abidin dan nama beliau yaitu KH. Muhammad Hasan. Kiai Hasan sebenarnya memiliki nama kecil Ahsan, lengkapnya Ahsan bin Syamsuddin yang lahir pada 27 Rajab 1259 atau diperkirakan dengan 23 Agustus 1840. Dilahirkan di Desa Sentong yang terletak sekitar 4 km ke arah selatan Kraksan Probolinggo. Mulanya, Desa Sentong ini termasuk wilayah Kawedanan Kraksaan dan sekarang sudah masuk sebagai wilayah Kecamatan Krejengan. Ayah Kiai Hasan bernama Syamsuddin atau juga dikenal dengan nama...

Biografi Singkat Abah Guru Sekumpul

ABAH GURU SEKUMPUL Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd. Ghani bin Al ‘arif Billah Abd. Ghani bin H. Abd. Manaf bin Muh. Seman bin H. M, Sa’ad bin H. Abdullah bin ‘Alimul ‘allamah Mufti H. M. Khalid bin ‘Alimul ‘allamah Khalifah H. Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad; dilahirkan pada, malam Rabu 27 Muharram, 1361 H (I I Februari 1942 M). Nama kecilnya adalah Qusyairi, sejak kecil beliau termasuk dari salah seorang yang “mahfuzh”, yaitu suatu keadaan yang sangat jarang sekali terjadi, kecuali bagi orang orang yang sudah dipilih oleh Allah SWT. Beliau adalah salah seorang anak yang mempunyai sifat sifat dan pembawaan yang lain daripada yang lainnya, diantaranya adalah bahwa beliau tidak pernah ihtilam. ‘Alimul ‘allamah Al Arif Billah Asy-Syekh H. Muhammad Zaini Abd Ghani sejak kecil selalu berada disamping kedua orang tua dan nenek beliau yang benama Salbiyah. Beliau dididik dengan penuh kasih sayang dan disiplin dalam pendidikan, sehingga dimasa k...